Postingan

Kepada Angin

Aroma kopi pagi ini. Tersapu harum parfummu yang terkadang muncul dibalik telingaku Masih ku dengar dan ku cecap segala sisa eksistensimu dalam ujung-ujung memoriku Angin.. seperti namamu. Masih membisikkan obrolan lama yang tergantung di ujung malam Janji-janji untuk tinggal. Ucapan penuh mimpi. Euforia masa depan. Tertinggal dalam kenanganku yang merindu Kau belum kembali atau tak kembali? Meninggalkanmu adalah keabnormalan. Tapi setiap sesap kopiku menuntut keputusan  Menyambut jalan baru yang gelap. Atau tinggal dirumah lama yang juga gelap? Kepada angin.. terima kasih Aku membiarkan engkau pergi. Menjadi angin seperti yang kau mau Maka jangan pamit. Aku tak pernah mendengar suara angin meminta izin Dia hanya membelai kemudian berlalu. Maka jadilah engkau seperti itu.. Seperti mau mu.

It’s oke to be Alone

Selamat malam… sudah lama sekali saya tidak mampir kesini mulia. Maaf karena saya sedang sok sibuk mempersiapkan dan mengejar apa yang ketika teringat akan selalu saya sebut “cita-cita”. Kali ini ceritanya akan tentang perjalanan saya ke Malang. Tapi tulisan kali ini lebih membahas tentang alasan mengapa saya kesana.dan kenapa malang? Saat saya memutuskan pergi ke malang tak banyak yang tau. Selain memang tak berniat memberi tau saya ingin menikmati “kesendirian” yang menurut orang adalah “kesengsaraan”. Ini adalah kali pertama saya kesana. Dan malang buat saya adalah kesalahan… ya mereka salah memberikan nama untuk tempat yang indah ini. Karena kata malang jelas bukan kata yang tepat untuk mendefinisikan sebuah “keberuntungan”. Diperjalanan kesana saya banyak bertemu sesuatu yang baru. Saya pernah berkata bahwa people watching adalah terapi yang “menyembuhkan” buat saya. Entah kenapa lelah pikiran ini seolah-olah berangsur pulih saat saya sedang melihat secara intens hubungan yang

Ini Hari Lahir

Saya masih bisa ingat jelas, pagi itu bercelana pendek kotak-kotak dan kemeja putih. Iqbal kecil berjalan dengan sangat bersemangat menuju Taman Sekolah Dasar, 7 Juni 2002. Ia rayakan bersama teman-teman kecilnya di sebuah desa kecil. Ada Ibu menunggu di luar kelas. Sungguh rasanya seperti baru kemarin hari bahagia itu dilewati. Meski tidak selalu dipestakan, tidak pula dianggap sebagai hari raya, titik pergantian usia yang lebih besar ini tidak pernah tidak terjadi, tetapi saya tidak akan membuat kata-kata itu. Waktu, mendorongmu maju berjalan. Waspada, menarikmu untuk bertekuk pada akhir. Semua manusia demikian.Semua manusiapun bisa datang bisa pergi. Bukan berarti mereka hanya melumatkan dan beranjak saat di diri saya membayar sepah, tapi mereka sama seperti saya, juga punya mimpi, titik tujuan dan kepentingan lain. Kalau bersama tidak merakit sayap, maka gugatan berharga untuk dijaga. Tenang, ada banyak kenangan baik yang akan abadi menjadi judul.  Inilah hari di